Ketika mendengar kata 'kematian', apa yang terlintas dibenak anda?
Takut, merasa belum siap, berharap akan diberikan usia yang lebih panjang lagi, dan beragam respon lainnya yang sejatinya semua itu merupakan pergolakan batin. Sebut saja pergolakan batin yang saya rasakan saat ini.
Kematian secara fundamental merupakan sesuatu yang penuh dengan kepastian. Semua agama baik islam, kristen, hindu, budha, dan kepercayaan manapun memliki kesamaan dalam memandang kematian sebagai hal yang pasti, terlepas dari apakah ada hidup setelah mati.
Jika kematian adalah kepastian, lantas sudahkan anda menyiapkan 'pengganti' di dunai ini setelah kepergian anda ? Pengganti yang akan membuat orang lain teringat bahwa pernah ada seseorang yang mengajarkannya kebaikan, pengganti yang akan dijadikan pedoman setiap manusia, atau pengganti yang setidaknya membuat orang tersenyum ketika membacanya.
Muhammad sebagai manusia paling mulia dan manusia pilihan Tuhan, telah meninggalkan dunia ini sejak 14 abad silam, namun ajarannya tetap tumbuh, berkembang, dan jaya. Kahlil Gibran, meski jasadnya telah tiada namun ungkapan hati dan kata-katanya tetap menjadi bacaan menarik bagi siapapun. Albert Einstein, meski telah lama meninggalkan semesta ini, namun argumennya tentang semesta melalui teori relativitas akan terus menjadi bahan kajian para ilmuwan sepanjang masa.
Begitulah kira-kira segelintir orang yang tidak lagi eksis di dunia ini, namun ajaran, kata, argumen, dan teori mereka tetap dikenang dan menjadi harta paling berharga. Mereka telah berhasil menemukan 'pengganti' sebelum waktu memanggil dan takdir kepastian menjemput mereka.
Itulah yang saya sebut dengan 'pengganti.' Apa yang harus anda tinggalkan untuk manusia dan alam ketika diri anda telah pergi dan takkan pernah kembali. Orang-orang seperti Muhammad, Kahlil Gibran, dan Einstein tidaklah mengharapkan agar diri mereka eksis di dunia ini. Namun karena mereka menghargai kehidupan, maka kehidupan memberikan yang terbaik bagi mereka.
Lalu apakah kita harus menjadi seperti mereka?
Tidak seperti mereka, namun setidaknya belajar dari cara kehidupan menghargai orang-orang seperti mereka. Anda tak harus seperti mereka, karena diri anda adalah otoritas anda sendiri, itu sudah cukup. Jika anda ingin kepergian anda dihargai oleh kehidupan, maka lakukanlah sesuatu. Namun jika anda ingin pergi begitu saja, mati kemudian lenyap menyatu dengan tanah, menjadi debu dan tulang belulang, maka lakukanlah.
Tapi, ketahuilah bahwa alasan anda hidup bukan karena anda membutuhkan melainkan ada yang membutuhkan anda.
Dengan demikian, berarti atau tidaknya hidup menurut persepsi anda, belum tentu sama dengan yang lainnya. Karena hidup bukan sekedar menemukan diri anda melainkan bagaimana menciptakan diri. Sedangkan makna dari penciptaan diri itu sendiri tidaklah terletak pada 'mengapa anda dilahirkan' tetapi lebih kepada 'untuk apa anda dilahirkan.
Intinya, saya hanya menegaskan bahwa sejatinya hal yang harus anda tinggalkan dalam hidup ini tidak lain adalah kehidupan itu sendiri.
Sekian dulu muhasabah kali ini, rehatlah sejenak dan renungi sebuah kata kata bijak dari figur kehidupan tersohor imam al-ghazali berikut :
Takut, merasa belum siap, berharap akan diberikan usia yang lebih panjang lagi, dan beragam respon lainnya yang sejatinya semua itu merupakan pergolakan batin. Sebut saja pergolakan batin yang saya rasakan saat ini.
Kematian secara fundamental merupakan sesuatu yang penuh dengan kepastian. Semua agama baik islam, kristen, hindu, budha, dan kepercayaan manapun memliki kesamaan dalam memandang kematian sebagai hal yang pasti, terlepas dari apakah ada hidup setelah mati.
Jika kematian adalah kepastian, lantas sudahkan anda menyiapkan 'pengganti' di dunai ini setelah kepergian anda ? Pengganti yang akan membuat orang lain teringat bahwa pernah ada seseorang yang mengajarkannya kebaikan, pengganti yang akan dijadikan pedoman setiap manusia, atau pengganti yang setidaknya membuat orang tersenyum ketika membacanya.
Begitulah kira-kira segelintir orang yang tidak lagi eksis di dunia ini, namun ajaran, kata, argumen, dan teori mereka tetap dikenang dan menjadi harta paling berharga. Mereka telah berhasil menemukan 'pengganti' sebelum waktu memanggil dan takdir kepastian menjemput mereka.
Itulah yang saya sebut dengan 'pengganti.' Apa yang harus anda tinggalkan untuk manusia dan alam ketika diri anda telah pergi dan takkan pernah kembali. Orang-orang seperti Muhammad, Kahlil Gibran, dan Einstein tidaklah mengharapkan agar diri mereka eksis di dunia ini. Namun karena mereka menghargai kehidupan, maka kehidupan memberikan yang terbaik bagi mereka.
Lalu apakah kita harus menjadi seperti mereka?
Tidak seperti mereka, namun setidaknya belajar dari cara kehidupan menghargai orang-orang seperti mereka. Anda tak harus seperti mereka, karena diri anda adalah otoritas anda sendiri, itu sudah cukup. Jika anda ingin kepergian anda dihargai oleh kehidupan, maka lakukanlah sesuatu. Namun jika anda ingin pergi begitu saja, mati kemudian lenyap menyatu dengan tanah, menjadi debu dan tulang belulang, maka lakukanlah.
Dengan demikian, berarti atau tidaknya hidup menurut persepsi anda, belum tentu sama dengan yang lainnya. Karena hidup bukan sekedar menemukan diri anda melainkan bagaimana menciptakan diri. Sedangkan makna dari penciptaan diri itu sendiri tidaklah terletak pada 'mengapa anda dilahirkan' tetapi lebih kepada 'untuk apa anda dilahirkan.
Intinya, saya hanya menegaskan bahwa sejatinya hal yang harus anda tinggalkan dalam hidup ini tidak lain adalah kehidupan itu sendiri.
Sekian dulu muhasabah kali ini, rehatlah sejenak dan renungi sebuah kata kata bijak dari figur kehidupan tersohor imam al-ghazali berikut :
Pemahaman hidup yang dangkal adalah tindak kriminal yang keji-Imam Al Ghazali
Advertisement
Loading...